Reddress Girl

Reddress Girl

Tuesday 15 February 2011

Cerita Untuk Anakku Kelak Tentang Satu Tempat Yang Keindahannya Tak Lekang Oleh Waktu

Sebuah pesona karya Tuhan yang tak akan pernah pudar dalam ingatan. Taman Nasional Danau Sentarum, satu dari jutaan keindahan alam yang dimiliki bumi pertiwi. Lagi lagi kekayaan alam, lagi lagi keindahan alam yang aku bahas di catatan ku, kawan. biarlah memang begitu adanya. Indonesia ini terlalu luas untuk hanya membicarakan kebobrokan pemimpinnya.

***

20102010

akan menjadi angka yang begitu berarti karena tepat di tanggal dengan kombinasi yang pas itu kita mendaratkan kaki di kayu-kayu penopang rumah kita, balai riset bukit tekenan. aku menyebut pasukan ini sebagai pasukan beruntung. Ya, bukan hanya kita berkesempatan menghabiskan uang paling banyak di antara seluruh divisi di TWKM XXII, tetapi juga karena dapat bertemu orang orang hebat dan ramah yang senang berbagi ilmu. Ah, andai semua orang di dunia ini bersifat seperti mereka, cerdaslah sudah bangsa ini kawan.

***

Bogor, 16 Oktober 2010

aku masih ragu apakah benar akan kuterima tawaran untuk berangkat ke Kalimantan sebagai delegasi dalam annual party MAPALA se Indonesia. banyak hal yang harus dikorbankan disini, kakiku yang belum sembuh betul, kuliahku yang masih berantakan, ujian yang akan segera datang.. sampai keesokan harinya pun aku masih belum percaya bahwa benar aku akan berangkat ke Kalimantan, salah satu pulau yang kutargetkan untuk melengkapi list pulau yang sudah pernah kukunjungi. Aku nantinya akan berangkat sebagai peserta Temu Wicara, ya aku pun pasrah saja. banyak hal di dunia mapala ini yang belum aku mengerti, yang masih banyak kupertanyakan. aku lebih memilih diam dan menuruti semua yang di sarankan. bahkan hingga aku dipindahkan ke divisi lingkungan hidup dan berangkat ke danau sentarum pun dengan pasrah namun bahagia, ku terima.

***

pertemuan kita singkat memang, namun penuh makna. seakan hari hari tak boleh terlewat, maka tidurpun aku hindari, tak pernah ingin kehilangan moment untuk bercengkrama dengan mereka, bertukar cerita dan berbagi pengalaman. sebagai satu yang muda aku banyak belajar dari cerita mereka.

sepintas danau sentarum memang tidak begitu indah. pemandangan air yang biasa, barisan pepohonan yang tenggelam pun jika dilihat sepintas nampak sangat biasa. ya kita banyak disuguhi dengan panorama alam yang lebih luar biasa dipuncak gunung sana, mungkin. namun riak air tenang yang selalu menyambut kala pagi,  belahan jejak speed boat yang berbuih, bagiku semua adalah baru dan menawan. tahukah kalian, kawan.. tanpa umpan pun, jika memancing disini pastilah akan dapat ikan. kemarau justru menjadi anugerah bagi penduduk lokal. karena jika air surut, terkuaklah sudah kekayaan danau sentarum.

tak akan pernah lagi kudapati semburat sunset layaknya bendera jepang yang menjari, entah kapan lagi akan aku dapati menonton atraksi bekantan yang ketakutan saat didekati manusia, kabur dan bergelayut dari satu dahan ke dahan lain sebelum akhirnya jatuh tercebur, berada di antara matahari terbenam dan bulan yang baru terbit,

saat saat kita seolah menjadi penguasa danau, saat berhenti di tengah danau yang begitu luasnya dengan mesin speedboat yang mati. alam seolah turut merasakan bahwa saat itu kita tengah terpana. bahkan pixel kamera pun belum sanggup membawa apa yang telah aku lihat untuk kemudian dibagi.

indah kawan, dari puncak bukit tekenan akan terpampang semua pemandangan danau sentarum yang luasannya 132 ribu hektar, danau yang kemudian dibatasi vegetasi kemudian danau lagi dan lagi, Tuhan memang indah, karya Nya begitu menakjubkan.

beruntung kawan, danau sentarum dijaga oleh orang orang baik hati yang senang berbagi ilmu, masyarakat lokal yang mau turut serta menjaga kelestarian alam sekitar, ah aku membayangkan betapa damainya hidup disana walau panas tak terkira. ketika jenuh maka tak perlu mencari kolam renang untuk berendam, danau lepas terhampar di depan mata setiap sarapan, kawan kawan yang menyapa.. andai itu semua bisa diulang kembali, aku rela untuk tidak ikut ujian, kawan.

di tempat yang jauh dari keramaian, jauh dari asap kendaraan, luasan danau dengan hanya kita sebagai penghuni, tidak ada sinyal kecuali jika dicari, tidak ada listrik kecuali jika pake genset, membuatku sejenak jauh dari padatnya dunia mahasiswa. menikmati sejenak hidup tenang seolah bos besar yang tengah refreshing dari penatnya kantor.

satu ungkapan terima kasih terdalam ku pada mereka yang sudah berbagi ilmu mengajarkan banyak hal padaku. mengajarkan tentang bagaimana berbagi dan peduli, mengajarkan bagaimana seharusnya seorang mapala, karena aku begitu baru disini hingga kemudian bertemu mereka semua. bertemu ambon, bertemu emak, bertemu ui, ayah, ijo, meong, sastro, tula, kompeni, dan lainnya. juga panitia yang selalu bersemangat menjabarkan betapa enaknya makanan khas disana, betapa ramahnya warga lokal, bang win, bang walidi yang mau dibuntuti jika belanja ke desa, bang kencet ah tak bisa ku sebut satu satu kawan. terima kasih ku ini juga untuk guru besar kami, om budi, bang deni, papa kiara dan bang ilyas yang sempat protes karena aku banyak bertanya,

Tuhan jika Kau berkenan kabulkan pintaku, aku ingin sekali lagi menginjakkan kaki disana, entah sudah berubah kah wajahnya nanti atau masih tetap sama, menyisakan kenangan yang pernah ada. kita pernah mengukir sejarah disana, kawan. nama kita tertulis selamanya di catatan buku tamu yang semoga akan terus di simpan hingga lembarannya menguning.

***

siang ini kembali seperti siang sebelumnya di kota bogor. mendung, suram dan gelap. tidak seperti cerahnya langit hari itu, ketika tanpa sadar aku membakar kulitku dengan berenang di bawah teriknya matahari di siang bolong, menghabiskan waktu berjam jam di air demi menghilangkan satu lagi belenggu otak akan air. sampai kulitku perih merah terbakar dan hangus. juga saat menembus panas matahari demi mengisi ulang persediaan makanan yang hampir habis, demi menjumpai suku adat yang katanya berjualan gelang unik dan etnik, ah semua itu kini terekam indah kawan. sebagai satu kenangan, satu cerita untuk anak ku nanti, bahwa ibunya pernah melakukan hal hal konyol itu, dan bahagia karenanya.

***

No comments:

Post a Comment

Dies Natalis PSB 2013