Sebuah pesona karya Tuhan yang tak akan pernah pudar dalam ingatan.  Taman Nasional Danau Sentarum, satu dari jutaan keindahan alam yang  dimiliki bumi pertiwi. Lagi lagi kekayaan alam, lagi lagi keindahan alam  yang aku bahas di catatan ku, kawan. biarlah memang begitu adanya.  Indonesia ini terlalu luas untuk hanya membicarakan kebobrokan  pemimpinnya.
***
20102010
akan  menjadi angka yang begitu berarti karena tepat di tanggal dengan  kombinasi yang pas itu kita mendaratkan kaki di kayu-kayu penopang rumah  kita, balai riset bukit tekenan. aku menyebut pasukan ini sebagai  pasukan beruntung. Ya, bukan hanya kita berkesempatan menghabiskan uang  paling banyak di antara seluruh divisi di TWKM XXII, tetapi juga karena  dapat bertemu orang orang hebat dan ramah yang senang berbagi ilmu. Ah,  andai semua orang di dunia ini bersifat seperti mereka, cerdaslah sudah  bangsa ini kawan.
***
Bogor, 16 Oktober 2010
aku  masih ragu apakah benar akan kuterima tawaran untuk berangkat ke  Kalimantan sebagai delegasi dalam annual party MAPALA se Indonesia.  banyak hal yang harus dikorbankan disini, kakiku yang belum sembuh  betul, kuliahku yang masih berantakan, ujian yang akan segera datang..  sampai keesokan harinya pun aku masih belum percaya bahwa benar aku akan  berangkat ke Kalimantan, salah satu pulau yang kutargetkan untuk  melengkapi list pulau yang sudah pernah kukunjungi. Aku nantinya akan  berangkat sebagai peserta Temu Wicara, ya aku pun pasrah saja. banyak  hal di dunia mapala ini yang belum aku mengerti, yang masih banyak  kupertanyakan. aku lebih memilih diam dan menuruti semua yang di  sarankan. bahkan hingga aku dipindahkan ke divisi lingkungan hidup dan  berangkat ke danau sentarum pun dengan pasrah namun bahagia, ku terima.
***
pertemuan  kita singkat memang, namun penuh makna. seakan hari hari tak boleh  terlewat, maka tidurpun aku hindari, tak pernah ingin kehilangan moment  untuk bercengkrama dengan mereka, bertukar cerita dan berbagi  pengalaman. sebagai satu yang muda aku banyak belajar dari cerita  mereka.
sepintas danau sentarum memang tidak begitu indah.  pemandangan air yang biasa, barisan pepohonan yang tenggelam pun jika  dilihat sepintas nampak sangat biasa. ya kita banyak disuguhi dengan  panorama alam yang lebih luar biasa dipuncak gunung sana, mungkin. namun  riak air tenang yang selalu menyambut kala pagi,  belahan jejak speed  boat yang berbuih, bagiku semua adalah baru dan menawan. tahukah kalian,  kawan.. tanpa umpan pun, jika memancing disini pastilah akan dapat  ikan. kemarau justru menjadi anugerah bagi penduduk lokal. karena jika  air surut, terkuaklah sudah kekayaan danau sentarum.
tak  akan pernah lagi kudapati semburat sunset layaknya bendera jepang yang  menjari, entah kapan lagi akan aku dapati menonton atraksi bekantan yang  ketakutan saat didekati manusia, kabur dan bergelayut dari satu dahan  ke dahan lain sebelum akhirnya jatuh tercebur, berada di antara matahari  terbenam dan bulan yang baru terbit,
saat saat kita  seolah menjadi penguasa danau, saat berhenti di tengah danau yang begitu  luasnya dengan mesin speedboat yang mati. alam seolah turut merasakan  bahwa saat itu kita tengah terpana. bahkan pixel kamera pun belum  sanggup membawa apa yang telah aku lihat untuk kemudian dibagi.
indah  kawan, dari puncak bukit tekenan akan terpampang semua pemandangan  danau sentarum yang luasannya 132 ribu hektar, danau yang kemudian  dibatasi vegetasi kemudian danau lagi dan lagi, Tuhan memang indah,  karya Nya begitu menakjubkan.
beruntung kawan, danau  sentarum dijaga oleh orang orang baik hati yang senang berbagi ilmu,  masyarakat lokal yang mau turut serta menjaga kelestarian alam sekitar,  ah aku membayangkan betapa damainya hidup disana walau panas tak  terkira. ketika jenuh maka tak perlu mencari kolam renang untuk  berendam, danau lepas terhampar di depan mata setiap sarapan, kawan  kawan yang menyapa.. andai itu semua bisa diulang kembali, aku rela  untuk tidak ikut ujian, kawan.
di tempat yang jauh dari  keramaian, jauh dari asap kendaraan, luasan danau dengan hanya kita  sebagai penghuni, tidak ada sinyal kecuali jika dicari, tidak ada  listrik kecuali jika pake genset, membuatku sejenak jauh dari padatnya  dunia mahasiswa. menikmati sejenak hidup tenang seolah bos besar yang  tengah refreshing dari penatnya kantor.
satu ungkapan  terima kasih terdalam ku pada mereka yang sudah berbagi ilmu mengajarkan  banyak hal padaku. mengajarkan tentang bagaimana berbagi dan peduli,  mengajarkan bagaimana seharusnya seorang mapala, karena aku begitu baru  disini hingga kemudian bertemu mereka semua. bertemu ambon, bertemu  emak, bertemu ui, ayah, ijo, meong, sastro, tula, kompeni, dan lainnya.  juga panitia yang selalu bersemangat menjabarkan betapa enaknya makanan  khas disana, betapa ramahnya warga lokal, bang win, bang walidi yang mau  dibuntuti jika belanja ke desa, bang kencet ah tak bisa ku sebut satu  satu kawan. terima kasih ku ini juga untuk guru besar kami, om budi,  bang deni, papa kiara dan bang ilyas yang sempat protes karena aku  banyak bertanya,
Tuhan jika Kau berkenan kabulkan pintaku,  aku ingin sekali lagi menginjakkan kaki disana, entah sudah berubah kah  wajahnya nanti atau masih tetap sama, menyisakan kenangan yang pernah  ada. kita pernah mengukir sejarah disana, kawan. nama kita tertulis  selamanya di catatan buku tamu yang semoga akan terus di simpan hingga  lembarannya menguning.
***
siang ini kembali  seperti siang sebelumnya di kota bogor. mendung, suram dan gelap. tidak  seperti cerahnya langit hari itu, ketika tanpa sadar aku membakar  kulitku dengan berenang di bawah teriknya matahari di siang bolong,  menghabiskan waktu berjam jam di air demi menghilangkan satu lagi  belenggu otak akan air. sampai kulitku perih merah terbakar dan hangus.  juga saat menembus panas matahari demi mengisi ulang persediaan makanan  yang hampir habis, demi menjumpai suku adat yang katanya berjualan  gelang unik dan etnik, ah semua itu kini terekam indah kawan. sebagai  satu kenangan, satu cerita untuk anak ku nanti, bahwa ibunya pernah  melakukan hal hal konyol itu, dan bahagia karenanya.
***
 
No comments:
Post a Comment