Reddress Girl

Reddress Girl

Tuesday 24 January 2017

The Battle

Bersama siraman vitamin D dari sinar matahari pagi, dalam hening bersenandung berkendara membelah jalanan yang tidak terlalu macet, diiringi dengan lantunan Bohemian Rapsody, I.. deliver my soul. I.. sacrifice my life, for the dream of other people. 

***

Lembar demi lembar rupiah yang selalu dikumpulkan, akhirnya bertumpuk dan menggenang. Untuk kemudian habis dalam sekejap. Tapi bukan itu yang kusesali, melainkan bunga-bunga yang dijanjikan akan menemani. Katanya, akan tetap dalam setahun pertama, lalu bergelombang ditahun berikutnya, hingga nanti kusudah tua.

One thing I'm afraid the most. The devil.

But I don't wanna call them as the devil, actually. The woman I met upstairs, was full of smile, she wears hijab and it's the right kind of hijab. Her voice was soft, and she always smiling during the explanation. 

I let my fingers touch the papers. and put the sign on like.. twenty? thirty pages of it. It was an exhausting two hours. Not to mention another evil. There was this evil, she wears short skirts and thick make up. She offered me her product, a mouthwatering kind of product. 'Only with 181 thousand rupiahs a month, you could get 50 million rupiahs in 15 years' she said. So tempting. 

And I said no. 

I had enough 'flower' with the first devil. 

***

Isn't life, is an endless struggle between what we need and what we want? Now I learn to let go of the things that I want. I need to learn to want nothing. 

Itulah kenapa sufi, filsuf, selalunya perlu distansiasi. Menjauh sedikit, untuk menghilangkan keinginan duniawi. Nggak lah, kugak akan bisa sampai di tahap sana, tapi sedikitnya kubisa berempati pada mereka yang melepaskan keinginan.

Bukan selalu saja filsuf, sufi, biksu, atau nabi. Rekan terdekat saja, yang selalu terlihat dengan mobilnya, selalu tampil disetiap acara, menjadi pembicara dan dibawah sorot lampu benderang, bisa dengan tiba-tiba memutuskan pergi ke Jawa sana, bermukim di sebelah sungai jernih, lalu membuka kedai organik.

Learn to let go. dan itu ternyata bukan cuma tentang melepaskan orang yang kita sayang, tapi juga benda, serta.. ambisi.

Memang boleh hidup tanpa ambisi?

Apa bedanya ambisi dan goal?

Ah gataulah. Nanti juga jawabannya datang sendiri kalau gak lagi dicari. bukankah selalu seperti itu, giliran dicari gak ada, malah gak dicari dia datang, begitu membuka diri, eh malah pergi.

***

Barang-barang mewah yang dilengkapi sistem pembelian kredit alias nyicil itu datang karena adanya permintaan. ada orang-orang yang menginginkan untuk memiliki barang-barang itu dengan kemampuan finansial terbatas. Demi keinginan, digadaikanlah sebuah jaminan. without realising that, the happiness was tagged along with the transaction. ada kebahagiaan yang tergadaikan ketika seseorang memutuskan untuk berhutan. Ada kedamaian yang terkikis yang kemudian menjadi.. tidak percaya akan Kekayaan Sang Maha Kaya?

Kusempat tergiur tadi, sebutnya asuransi, dan bisa bertambah melesat cepat selama kurun waktu yang menjanjikan, dan bisa digunakan untuk pelunasan dan lain-lain. seolah tanpa cela, tanpa cacat. Pun tidak mahal jumlah yang harus dibayarkan, jika itu dibeli untuk kuota handphone pun, akan habis dalam dua minggu.

But I said no. 

Sepanjang perjalanan pulang, bersama lantunan coldplay dengan lagunya 'what if' kuberpikir sendiri. Hampir menyesal tidak menerima tawaran si evil.

Lalu saking ngelanturnya, kunyaris berpapasan badan dengan kendaraan yang besarnya tujuh kalilipat besarku. Fiuh.. nyaris. kupikir. Gila saja baru berhutang lantas sudah.. yah...

Ah, mungkin karena belum makan siang. Pesan makan pun gamau nyantai. Kupesan banyak tuk seorang. Kubutuh jernih, pikirku begitu. Rasanya setelah transaksi selesai, bukannya lega malah takut. damn.. that is a long road to run.. 

Masih dengan beralbum-album coldplay, kusantap makan siang. Hujan gerimis di luar padahal matahari amat terang. Hujan orang mati, kata orang diseberang.

Lantas kubergidik ngeri.

The endless battle of what I want and what I need, wouldn't be define ultimately. One should learn how to controll the emotion before it consumes most part of your life. Gloomy mood, rage, will do bad things to inner peace. 

And honestly, the things that we need, are always simple. It's air, water, food, cloths, and wifi good friend. 

Life never demand us to have a fancy house, fancy car, fancy clothes, or fast wifi signal  cute pillows. Life never demand us the things we buy online. Life never come with a series of complicated need. It comes with simplicity. To live simply is now a luxury for modern civilization. 

but in order to live simply, one shall learn what it feels like to have everything and still feel nothing. 

Happiness indeed doesn't require money roadtrips are but we still need to make money to avoid being judgmental person. people tend to judge when they don't understand the struggle, and all the struggle we saw daily, are all for money.

I don't wanna grow old for money. I don't wanna live ten years from now, and look back to only see how much money I make. I saw people created their new year resolution when I have no idea what is my goal. Until I realize that, it's ok to wander around, go far far beyond the horizon, only to find that the real thing is near. the thing that I need is here.. all the time. 

***

Now everytime I see things in supermarket, or malls, or markets, or online shop, i'll ask myself 'do you want this? or do you NEED this' if I try to manipulate my self by saying 'I NEED this', i'll ask again 'will you die if you don't have it?' and then I'll pretending to die. 

(I deleted my online shops application, anyway. It's an achievement for the new beginning). 


No comments:

Post a Comment

Dies Natalis PSB 2013