Reddress Girl

Reddress Girl

Sunday 22 January 2017

Obrolan Minggu Sore

Scroll this blog ke bawah ke catatan sekitar tiga-empat tahun lalu, bikin jadi ngebatin sendiri., kok ya beda tulisan disini sama tulisan di blog satu lagi.. Blog satu lagi isinya sampah semua. Disini juga sih sebenarnya bukan tulisan yang penting-penting amat, tapi setidaknya ada poin nya sedikit banyak.

Kemudian gue ingat, bagaimana cara menulis di blog ini tiga-empat-lima tahun lalu, dengan cara gue menulis di blog sekarang (blog satu lagi). Yang disini, dulu, ditulis dengan khusyuk, menggunakan sepuluh jari, duduk tegak dan formal. sedangkan blog satu lagi, ditulis pake jempol, dengan posisi gaya bebas, kadang duduk, kadang tidur, kadang jungkir balik, dan informal. Thanks to the advance technology which makes everything easier. 

Ya betul, teknologi membuat segala sesuatu makin mudah. Makin gampang di akses, makin gampang dilakukan, tapi juga.. jadi semakin kehilangan makna. If I may say, dulu orang nulis pakai tangan, right? semua orang pasti paham bedanya sensasi menulis dengan tangan, dan mengetik secara digital. Teknologi, membawa perubahan itu semua bukan hanya pada kemudahan akses, tapi juga pada effort and willingness to do something. 

So, from now on, I'll try to make it more consistent, as I love writing and I still wanna feel it as a sacred energy. I'll uninstall my blog app, then  #prinsip. Terserah mau dibilang old soul juga, dari dulu gue memang sudah dikenal sebagai orang yang senang sama hal-hal kuno dan tua.

***

Having a really good conversation can extremely boost my mood. What else do I want in this world beside having a friend or two to talk about everything. It such a rare thing to open up my mind now, like.. I don't know. 

I met these girls five months ago, in Bali. At a training about rural enterpreneurship. I know nothing that this thing actually exist before my boss asked me to join. I was like 'okay..' and after the training I was like 'what's this? what can I do, then'.. 

Classic young people. They want instant process. 

Gue jadi gak begitu tertarik dengan hasil dari pelatihan tersebut karena ya memang 'hasil'nya gak terlihat secara langsung. Bukan serta merta dari pelatihan itu gue langsung bisa simsalabim jadi rural enterpreneur, kan? But none ever told me that, so.. 

Sore ini kita ketemu di Plaza Senayan. Reuni, kalau kita bilang. Kerjanya duduk dan mengobrol. and it was really a different kind of conversation that I usually had with people in my age (still.. I'm the youngest but they never laugh at me when I try to speak my mind. That's the best part, actually). We talked about our concern about life, we share the same question on how to contribute to this country in this limited capacity we have, and we talked about Books, movies, books, (mostly books), and a little bit about love life. Nah.. I have nothing to share for the last part, so I was so excited to hear their stories. 

Dari pembicaraan itu, kita bertiga sepakat bahwa memang betul in order to move forward, one should fix their self first. to look from within, and try to deal with it. 

Masalah yang banyak terjadi sekarang adalah, kebanyakan kita sudah lupa dengan siapa diri kita. Anak muda yang tidak kenal sejarahnya. Desa yang kehilangan keunikannya. Orang tua yang tidak menurunkan cerita nenek moyangnya. Lupa. Related to the book I've read recently, the economic hitman, yang memang, membuat lupa adalah satu misi mereka. To make people forget about their identity. Mereka sebut dengan globalisasi.

Memang kita kadang perlu berhenti sebentar. Untuk melihat kebelakang, tentang siapa sih kita ini? Menggali lagi catatan sejarah. Lemahnya pendokumentasian membuat penyakit lupa ini semakin mudah menular. Kata Ka Bukhi, nenek moyang dulunya membuat catatan dokumentasi dalam bentuk simbol, supaya tidak mudah dibaca orang lain, dan tidak mudah diubah-ubah. Tapi ya sama saja, ketika itu disimpan dan tidak diturunkan, generasi selanjutnya sudah tidak mengerti cara memecahkan kode-kodenya.

Pertanyaan selanjutnya lagi, seberapa jauh sih kita perlu menengok kebelakang dan menggali identitas sendiri? Seberapa dalam kita perlu mengenali diri sendiri untuk bisa melangkah maju?

Jawabannya ada diujung langit, kita kesana dengan seorang anak pada setiap orang yang benar ingin melangkah maju. Seberapa kokoh dia ingin menancapkan tiangnya. Karena akan exhausting sekali kalau terlalu dalam menggali juga, jangan-jangan malah jadi buang waktu dan instead of moving forward, kita malah jadi terjebak masa lalu. kan baper

***

Gue berangkat siang tadi dengan antusiasme yang akhirnya muncul lagi. Api yang kemarin selalu ada, yang pelan-pelan mulai redup sejak pergantian tahun, akhirnya nyala lagi. Gue semangat berangkat meski commuter line tersendat, karena gue ingin mencari motivasi.

Dan benar terjawab. Pada apa yang gue pertanyakan 'apa yang bisa kukerjakan disamping sekedar cari uang? aku gak pingin hidup cuma numpang lewat. Tapi untuk bilang mau berkontribusi kok terdengar terlalu berlebihan' dan gue terlalu malu, terlalu takut, tepatnya untuk menanyakan hal itu pada orang-orang. Barulah hari ini berani kutanyakan.

I trust their vibe. Mungkin itu yang bisa bikin gue akhirnya berani bertanya. Jawaban yang datang bukan dari gue bertanya lalu mereka menjawab. Tapi dari aliran percakapan yang tidak pernah berhenti. satu dua nyangkut di pikiran, dan menjadi catatan kaki. Hey, ini yang gue cari!

***

Selain poin tentang mengenal diri sendiri tadi, menggali lagi catatan sejarah, dan percikan keinginan untuk 'yuk do something to contribute to this country' pun ada poin satu lagi yang selama ini menjadi pendaman gue.

dan itu dijawab dengan rekomendasi buku the miracle of tidying up. bahwa ada orang di luar sana yang menulis tentang caranya berterimakasih pada benda-benda yang selama ini sudah menemani perjalanan hidup kita. I think that's the hardest goodbye sih, yang mau gak mau harus gue lakukan dalam waktu dekat. I have to move on with my life, and it'll involve thousand of goodbyes. *memandang nelangsa pada tumpukan boneka*

Gue pun pulang dengan membawa satu semangat baru. Bisa kok, seseorang, hidup dan menularkan manfaat untuk orang lain. life is too short untuk sekedar haha hihi. Kedengerannya bullshit ya? But I need to start from now before it's too late. Before I too caught up with my job, and before I have a person waiting for me at home and complain about the food I cook. -_- 

Selagi masih seperti ini, selagi masih ada energi, selagi masih belum ada yang harus gue tanggung kehidupannya financially, sebisa mungkin banyak energi positif yang gue tularkan disana-sini. Bukankah hidup memang mestinya saling memberi manfaat? meskipun bayarannya adalah jam tidur yang kian irit.

Tapi tak apa. sleep is for the weak. and i'll have plenty of sleep in grave yard. So, now.. if you'll excuse me. it's 1:10 AM and I still have a side job to finish. It'd be a cheating if I do the side job during office hour, while my client demand this work to be on his desk by tomorrow. well, I don't need to sleep right now. I've slept zombie last night, so.. 

*going to bed*



No comments:

Post a Comment

Dies Natalis PSB 2013