Reddress Girl

Reddress Girl

Sunday 1 September 2013

Tuhan Itu Ada

 Curhatan pribadi, akan membosankan bagi yang tak ingin ikut campur urusan orang. But I don't mind sharing, karena ini pribadi tapi bukan rahasia.
Awal September.

Ini bisa jadi adalah malam paling mencerahkan. selama lebih dari 8 tahun sejak lebih mengenal kehidupan dengan bigger picture, di malam ini lah semua jawaban itu terangkum satu demi satu. spontan dan sangat tidak terduga. Cara Tuhan dalam menjawab makhluk-Nya itu sangat sangat ajaib dan tidak bisa ditebak.

Mari kita mulai dengan awal masalah.

Satu tahun terakhir ini masalah dengan diri sendiri jauh lebih hebat ketimbang semua masalah yang pernah ada. I cant figure out my self. Aku cuma bisa menebak-nebak, kenapa sekarang berubah menjadi sangat sensitif? mudah tersentuh oleh ucapan orang dan memikirkannya hingga berlarut-larut. atau bahkan jika seseorang itu tidak berbicara, setiap tindakannya bisa sangat mengganggu pergumulan hati yang aku simpan rapat dan ketat. Misalnya ketika ada seseorang yang datang tanpa menyalami aku yang sedang duduk di sofa, sehingga aku perlu bangkit dan menyalami dia duluan. Atau jika ada orang yang dulu begitu dekat tapi sekarang kalau ketemu dia bahkan jarang mau bertegur sapa. Itu semua bisa menjadi bahan pikiran selama berhari-hari. Padahal orang-orang itu mungkin melakukannya dengan tidak sengaja.

Hal seperti itu tentu sangat mengganggu keseharian terutama dalam semangat menjalani proses akademik yang tinggal selangkah lagi. banyak hal yang menjadikan aku lebih tidak percaya diri, lebih menutup diri dan lebih senang berada di luar lingkaran.

itu berlangsung selama kurang lebih 5 bulan, dan selama itu aku tidak bebas untuk bercerita pada orang. kepercayaanku terbatas hanya untuk pacar dan satu orang sahabat perempuan. hanya pada mereka aku bisa menjadi diriku sendiri, yang perlahan telah berubah menjadi seorang monster. sesuatu yang tidak pernah terpikir sedikitpun bahwa dia ada di dalam diriku.

Selama lima bulan hidup dalam kesensitifitas yang tidak biasa, kecurigaan yang tidak mendasar, mudah sekali sakit hati oleh pengabaian. Maka kemudian aku jatuh sakit. Waktuku habis untuk sibuk menerka apa sebenarnya yang sedang bergumul di dalam sini. What kinda feeling are them?

Aku sakit dan itu membuatku banyak menghabiskan waktu sendiri. lebih sering berada di kamar kost ketimbang di sekertariat yang telah menjadi rumah sejak pertama kali berstatus mahasiswa, dan selama proses penyembuhan itu pula aku banyak mendapat tekanan akan tugas-tugas yang belum selesai. yang menjadikan ku semakin membenci rumah itu. semakin anti dan rasanya seperti tidak ingin kembali ke sana. aku muak dengan semua yang mereka tampilkan, toh pada akhirnya aku selalu merasa tak ada yang menghargai usaha ku. tak ada apresiasi yang cukup melegakan. tak sama lagi pergaulan yang terjalin dibanding dulu saat aku masih begitu polos dan baru berkenalan. seakan semua perlahan menjauhi ku.

Dalam masa penuh kesendirian itu temanku yang benar-benar menemaniku hanya dua orang. pacar, dan satu orang sahabat perempuan yang sangat ku percaya dan kuhargai. dan dengan menghabiskan waktu sendiri itu aku jadi lebih banyak berpikir tentang kebaikan yang pernah terjalin, pertemuan yang pernah menjadi menyenangkan, dan semua itu malah menjadikan aku berpikir dari sudut pandang berbeda tentang rumah yang saat itu sedang aku benci setengah mati.

Perlahan tapi pasti niat untuk kembali itu muncul lagi, di sertai kesadaran-kesadaran tentang keikhlasan. bahwa aku di sana untuk belajar. belajar melakukan manajemen yang baik, belajar memahami keadaan orang lain. dan perlahan juga aku mulai menyadari, pribadi seperti apa aku ini. sedikit banyak ada orang yang tak aku sukai muncul di media sosial. dan menjadikanku berpikir bahwa.. Dia itu adalah representasi sifatku yang dulu. Kesadaran yang muncul belakangan itu membuatku takut, dan malu. bahwa ternyata aku dulu adalah seseorang yang begitu menyebalkan, manja, selalu ingin menjadi pusat perhatian, merasa diri lebih, dan itu semua membuatku malu menengok ke belakang. termasuk malu untuk berinteraksi dengan teman-teman di masa lalu.

Kemudian pikiranku bergulat lagi. tentang betapa bodohnya aku di masa lalu, betapa egoisnya, tapi toh teman-temanku masih ada bersama ku hingga saat ini. masih ada jika aku butuh tempat untuk bercerita, masih mengajakku bercengkerama. tapi aku yang terlalu sensitif dalam menanggapi segala sesuatu. maka ku putuskan untuk menyimpan semuanya rapat-rapat, menyembunyikan perasaan-perasaan di abaikan, dan tidak juga di publish di media sosial, dan aku kembali.

Ya aku kembali ke rumah itu. aku kembali bergabung dengan teman-teman dan jika ada sesuatu yang mengganggu atau menyinggung maka dengan sekuat tenaga akan ku yakinkan diri sendiri bahwa mereka tidak bermaksud seperti itu. mereka tidak sengaja dan itulah kita, selalu spontan dan tidak mau bersembunyi dengan perasaan. dan dengan sekuat tenaga pula aku menyingkirkan rasa iri, rasa tidak di hargai, dengan selalu convincing my self that I do it for passion, and loyalty from me to this organisation. jadi kalau itu tidak bisa di terima orang lain, setidaknya aku tidak lagi menginginkan apresiasi dari manusia.

dan tepat pada malam pertama aku kembali, selepas satu hari melelahkan berjuang menemukan titik cerah sponsor kegiatan, aku menemukan jawaban.

Distansiasi. seseorang mencetuskan itu. seseorang yang menjadi senior ku lebih tua 10 tahun dari ku kurang lebih, datang di malam itu dan mengajak para junior baru bercengkerama. aku, yang sedang melepas lelah seharian langsung mengikuti langkah mereka menuju lapangan. di bawah bintang dan bercerita. ia berbicara banyak tentang pengalaman di masa lalunya dan mencoba meyuntikkan semangat pada lawalata-lawalata muda ini. aku yang ikut duduk disitu pun tak absen mendengarkan hingga ia menyebut kata itu. satu kata yang kemudian mengembalikan semua emosi, ingatan, pertanyaan yang sempat aku kubur.

Distansiasi. ia berkata bahwa kadang seseorang perlu keluar dari lingkaran untuk bisa menyadari bahwa ia sedang berada di mana. ibarat seekor ikan, ia akan ke luar dulu dari lautan, melihat dari udara secara luas dan lebih besar, untuk kemudian bisa mendefinisikan lautan yang ia tempati itu seperti apa. dan itu biasa.

Itu jawaban pertama yang aku terima dan aku puas dengannya. bahwa apa  yang telah aku lakukan, dengan menghindar dari segala bentuk pendekatan dengan organisasi, memilih menyendiri dan melakukan hal-hal menyenangkan diri sendiri, dan kemudian menemukan konsep-konsep baru tentang hidup bersama. sehingga aku kembali dengan semangat baru dan pemahaman baru, serta keyakinan baru tentang bagaimana seharusnya aku bersikap dan menanggapi situasi. lebih banyak berbicara dengan kepala dingin, dan jarang mengungkapkan apa yang sudah menjadi pikiran orang kebanyakan. aku tampil dengan kepala baru, dan itu semua membuatku senang.  bahwa aku mungkin telah melakukan distansiasi.

tapi kemudian aku harus pergi ke luar kota, memenuhi panggilan orang tua yang menginginkan tenaga ku untuk membantunya di perusahaan yang sedang dijalani. panggilan yang aku penuhi dan membuatku terpisah dari kota bogor selama kurang lebih 3 bulan. dan selama itu pula aku semakin sering bergumul dengan batin. semakin sering mempertanyakan sesuatu dan aku semakin sering merasa kepalaku ingin meledak.

aku melihat fenomena di televisi, yang menggelikan sekaligus memuakkan. tapi disini tak ada yang bisa menjadi teman berdiskusi karena semua orang hanya peduli pada kayu, tanah, dan surat. aku tak lagi sempat membahas hal-hal aktual seperti miss world. fakta bahwa aku sangat ingin membahas ini membuatku jenuh dan berhenti memikirkannya. dan pertanyaan seperti mengapa ada orang yang ingin sekali menggagalkan event itu terpaksa aku kubur dalam-dalam.

kemudian Tuhan memberikan jawabannya melalui suatu cara tak terduga. seseorang yang begitu ku kenal, dulu.. menyebutkan tentang hal tersebut di media sosial. tanpa ragu ku sambar dan ku bantah dengan sengaja. aku ingin tahu apa motivasi mereka, tapi jika ia bukanlah seseorang yang begitu ku kenal, aku malas berdebat. tapi karena dia berbeda maka aku berani dan memuaskan rasa ingin tahuku. meski belum sepenuhnya, tapi aku cukup puas.

dan melalui tangan yang sama pula Tuhan memberikan aku satu lagi kata kunci atasa pertanyaan yang selama ini menggangguku. Yang bahkan aku telah mengontak salah satu teman psikologist ku untuk berkonsultasi dengan sengaja. karena sejak lima bulan lalu aku sudah sempat bertanya pada beberapa teman, dimanakah tempat konsultasi psikologi di bogor? dan sebagian teman menganggapku gila.

Introvert. Ya seseorang mencetuskan sebuah kata yang demi apapun belum pernah terbayangkan oleh ku. selama 8 tahun aku berpikir bahwa introvert adalah seseorang yang pendiam dan ternyata aku salah.

ia menyodorkan satu situs artikel dengan cuma-cuma di akun media sosialnya, untuk di baca beramai-ramai dan aku adalah salah satu yang mengklik situs itu karenanya.
http://m.kaskus.co.id/thread/52094a878227cff268000003

dan aku salah selama ini. pandanganku mulai berubah dan kemudian aku merasakan sebuah sensasi kepuasan tersendiri. pertanyaan ku mulai terkelupas. dua kata kunci sudah ku genggam, dan ini lah yang sedang terjadi dengan diriku. tapi aku janji tak akan berhenti mencari jati diri.

untuk itu malam ini kuhabiskan dengan menelusuri hal-hal tentang orang introvert dan menemukan situs ini

http://www.huffingtonpost.com/scott-barry-kaufman/23-signs-youre-secretly-a_b_3837946.html

http://www.carlkingdom.com/10-myths-about-introverts

yang kemudian mengubah pandangan ku seutuhnya.

kini , aku tahu harus kemana. aku tahu apa yang harus aku cari. ruang pencarian sudah semakin di persempit, dan aku tinggal menuntun hidupku tentang pasangan seperti apa yang mungkin bisa baik untukku. dengan emosi meledak-ledak.. pekerjaan sepertu apa yang sesuai dengan karakterku, atau harus kemana aku jika butuh pertolongan hati.

setidaknya aku jadi semakin yakin bahwa Tuhan mendengar apa yang ada di dalam diri kita. Dia tidak pernah lalai dalam menjawab pertanyaan hati, selama kita mau membuka diri menerima masukan yang mungkin paling aneh dan mustahil sekalipun. seperti halnya ketika aku mengklik situs artikel yang dipublish temanku, bukan atas dorongan ingin tahu tetapi hanya karena tak ada lagi yang bisa aku baca saat itu. aku bahkan tidak pernah semenitpun terpikir bahwa aku adalah seorang introvert. namun ini juga belum bisa meyakinkan aku sepenuhnya, tetapi setidak nya tidaklah sekosong awalnya. gambaran itu sudah ada, tinggal menggoresnya menjadi nyata. nanti. Tuhan pasti menjawab.

No comments:

Post a Comment

Dies Natalis PSB 2013